Back
The Photobook Club Jakarta is a platform to discuss photobook from local Indonesian photographer and International ones.
The Photobook Club Jakarta is a platform to discuss photobook from local Indonesian photographer and International ones.
Dummy days Vol. 1 Rian Afriadi
Sebelumnya saya mohon maaf atas keterlambatan notulensi atau rangkuman ini, kedepannya karena sudah ada jadwal yang dibentuk untuk menerbitkan tulisan atau rangkuman ini maka diharapkan keterlambatan ini tidak akan terjadi lagi.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih sekali untuk Pannafoto atas kesediaannya untuk memberikan ruang diskusi kepada kami pada tanggal 26 Januari yang lalu, tak lupa kami pun berterima kasih atas kehadiran rekan-rekan sekalian, baik yang datang secara offline maupun online. Pada pertemuan perdana online ini kami mendapatkan banyak materi diskusi dari rekan-rekan di Bandung, Yogyakarta, Malang, Labuan (Malaysia) dan Selandia Baru, ke depannya kami harapkan pertemuan offline dan online ini akan tetap berjalan dengan baik.
Pada pertemuan kali ini kita membahas sebuah dummy book dari Rian Afriadi, seorang fotografer muda yang menjadi finalis dari kontes Street Photography yang diadakan oleh Invisible Photographer Asia. Buku Rian ini berjudul “ A New Sun in The Sky” , yang mempertanyakan konsep apakah hal hal yang selama ini kita lihat di keseharian kita merupakan sebuah hal-hal yang sebenarnya ataukah ada sebuah makna lain daripada itu. Walaupun pada sesi tanya jawab, ketika Rian ditanyakan apakah dia memilki sebuah tema, dia menjawab tidak ada tema besar dalam buku ini.
Rian tidak seperti kebanyakan fotografer pada umumnya yang membuat sebuah buku, memiliki pendekatan yang sangat unortodoks dalam proses pembuatan sebuah bukunya, di awal-awal proses editing bahkan dia tidak melakukan prosedur standar seperti mencetak foto-fotonya dalam jumlah kecil dan mengedit dari cetakan-cetakan itu namun langsung didesain di program InDesign, hal ini melahirkan banyak kritikan ketika disodorkan kepada Swan Ti Ng, Edy Purnomo dan Ahmad Salman, karena menurut mereka, terlalu banyak hal yang ingin ditampilkan oleh Rian, hal ini membuat buku Rian tidak memiliki sebuah alur cerita tetapi hanya berupa kumpulan foto-foto yang kuat saja. Setelah mendapatkan banyak masukan-masukan ini, Rian pun mendapatkan sebuah garis besar tentang buku yang ingin dibuatnya, sampai akhirnya memutuskan membuat sebuah dummy walaupun pada awalnya Rian sendiri hampir tidak ingin membuat dummy.
Di titik ini, Rian merasa peranan dummy menjadi sangat penting, keberadaan dummy menjadi sebuah representasi dari bentuk baku sebuah buku, dimana beberapa kekurangan-kekurangan yang sebelumnya tidak dirasakan pun menjadi muncul. Kekurangan dari sisi editing (proses susunan foto) sebuah buku, bagaimana sebuah buku dicerna dan pemilihan penempatan gambar serta text pun menjadi terlihat belum lagi hal-hal teknis seperti pemilihan kertas dan tinta, jenis teknis percetakan dan hal-hal lainnya.
Akhir kata dalam pertemuan ini, wacana tentang peranan sebuah dummy dalam proses pembuatan sebuah buku sudah terjawab, secanggih-canggihnya sebuah piranti lunak untuk membantu kita dalam proses pembuatan sebuah buku tidak akan dapat mengalahkan sebuah dummy, karena buku itu sendiri nantinya akan menjadi sebuah karya yang akan disentuh, dirasakan teksturnya, dibalik dengan menggunakan tangan dan dilihat dengan mata bukan melalui tombol atau tekanan di mouse.
Share this:
Like this:
Related